Hadroh adalah salah satu bentuk seni musik Islami yang memadukan alat musik perkusi, khususnya rebana, dengan lantunan syair-syair pujian kepada Allah dan Rasulullah SAW. Hadroh berasal dari budaya Timur Tengah dan berkembang luas di berbagai negara Islam, termasuk Indonesia. Seiring waktu, hadroh di Indonesia berkembang menjadi tradisi yang khas, sangat populer di lingkungan pesantren, majelis taklim, dan komunitas Muslim. Dengan paduan irama perkusi dan syair religius, hadroh menghadirkan atmosfer spiritual yang menyentuh hati dan mendekatkan pendengar kepada nilai-nilai agama.
Dalam sebuah penampilan hadroh, beberapa alat musik dimainkan oleh para anggota kelompok secara bersamaan. Instrumen utama adalah rebana, yang merupakan alat musik perkusi berbentuk bulat dan tipis yang menghasilkan bunyi yang khas saat dipukul. Selain rebana, ada juga instrumen lain seperti marawis atau tamborin untuk menambah variasi suara. Para pemain alat musik ini biasanya dipimpin oleh seorang vokalis utama yang melantunkan sholawat atau dzikir, dengan anggota lainnya menimpali sebagai pengiring vokal atau “jawaban” dalam beberapa bagian syair, sehingga membentuk harmoni yang khas. Lirik-lirik sholawat dalam hadroh diambil dari berbagai kitab sholawat seperti Simtudduror karya Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi dan kitab Diba’ karya Imam Abdurrahman Ad-Diba’i.
Fungsi Hadroh
Fungsi utama hadroh bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sarana dakwah. Melalui alunan musiknya, marawis menjadi media untuk menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulullah SAW di hati para pendengarnya. Lirik-lirik dalam marawis penuh dengan nilai-nilai ajaran Islam, seperti cinta dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW, serta nilai-nilai akhlak mulia. Oleh karena itu, marawis kerap dihadirkan pada peringatan Maulid Nabi, acara pernikahan, syukuran, dan berbagai peringatan hari besar Islam lainnya.
Di Indonesia, marawis memiliki berbagai nama dan bentuk tergantung dari daerah dan budaya setempat. Di Jawa, hadroh dikenal juga dengan istilah rebana, sementara di Sumatera, khususnya Aceh, terdapat bentuk serupa yang dikenal sebagai rapai. Terlepas dari variasi ini, tujuan dan pesan utama marawis tetap sama, yaitu menyebarkan nilai-nilai Islam melalui seni musik.
Di tengah modernisasi, marawis tetap populer dan terus dilestarikan oleh berbagai komunitas, baik di pesantren maupun kelompok marawis mandiri. Saat ini, marawis juga mulai banyak dipelajari oleh generasi muda dan tampil dalam berbagai acara nasional hingga internasional. Kehadiran marawis yang terus lestari menunjukkan bahwa seni musik ini bukan sekadar warisan budaya. Tetapi juga bentuk cinta, penghormatan kepada agama, yang mendekatkan umat kepada ajaran Islam dengan cara yang indah dan penuh kedamaian.